Masyarakat jawa sebelum mengenal agama mempunyai system kepercayaan yang berkaitan dengan animisme dan dinamisme. Kepercayaan tersebut begitu lekat di dalam kehidupan masyarakat Jawa, bahkan sampai sekarang masih ada yang menganutnya. Menurut Harustato (1987: 98) sejarah perkembangan religiorang Jawa telah dimulai sejak zaman pra sejarah, dimana pada waktu itu nenek moyang orang Jawa beranggapan bahwa : semua benda yang ada di sekelilingnya mempunyai nyawa, dan semua yang bergerak dianggap hidup dan mempunyai kekuatan gaib atau mempunyai roh yang berwatak baik maupun jahat.Ciri khas orang Jawa lainnya yaitu berkaitan dengan cara berfikir yang terobsesi oleh nilai-nilai budaya Jawa seperti budi luhur, lembah manah, tepa slira, dan sebagainya. Nilai-nilai tersebut bertujuan untuk mewujudkan kedamaian dan ketentraman dalam kehidupanya dengan terlahirnya sikap rukun, saling menghormati, menghargai dan menghindari konflik.
Dalam tradisi kejawan banyak dijumpai upacara-upacara ’selamatan’ dengan berbagai perlengkapan ‘ubo-rampenya’. Jika diteliti dengan seksama maka upacara selamatan tersebut merupakan wujud dari suatu doa. Doa dengan sanepan alias perlambang
Perlambang-perlambang itu antara lain sebagai berikut :
Ø Tumpeng. Tumpeng atau buceng merupakan nasi yang dibentuk menyerupai kerucut, membentuk seakan-akan gunung kecil. Ini merupakan lambang permohonan keselamatan. Bagi masyarakat Jawa gunung melambangkan kekokohan, kekuatan dan keselamatan.
Ø Procot. Sejenis penganan terbuat dai ketan yang dibungkus daun pisang bulat memanjang. Dinamakan dengan procot dengan harapan lahirnya si bayi kelak ‘procat-procot’, mudah maksudnya.